Menanti Pencerahan dari Pendidikan Anti Korupsi


            Pendidikan Anti Korupsi (PAK) memberi  warna baru yang penuh harapan bagi pecinta negeri ini. Kendati belum dilaksanakan, konsep pendidikan ini  telah mendapat respon yang cukup positif dari berbagai kalangan. Konsep ini diharapkan mampu membawa budaya baru bagi masyarakat Indonesia di kemudian hari, dimana budaya korupsi yang menginfeksi saat ini bisa dihindari. Suatu jawaban yang konkrit apabila betul-betul dilaksanakan bagi keterpurukan bangsa ini.
            Keburukan Indonesia di mata internasional karena korupsi sudah menjadi masalah yang kerap diperbincangkan dari tahun ke tahun. Dalam survei yang diadakan oleh PERC yang berbasis di Hongkong, Indonesia dianggap sebagai negara terkorup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi. Indonesia tampil sebagai juara pertama dengan perolehan skor 9,07 dari nilai 10. Sebuah pencapaian yang mengecewakan terlebih sangat memalukan bagi negara (yang diharapkan Soekarno berdikari dalam ekonomi) ini. Penyadaran-penyadaran yang disosialisasikan selama ini baik oleh pemerintah, LSM, maupun individu-individu peduli bangsa sepertinya hanya menjadi nyanyian pelengkap tidur di negeri ini.
            Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang seharusnnya menjadi senjata melawan korupsi telah menjadi agenda masa lalu yang bisa diperjual-belikan keabsahannya. Masyarakat, baik yang kecil, menengah, sampai yang kelas atas memandang korupsi sebagai hal yang sudah biasa dan wajar dilakukan. Contoh nyata dari tindak korupsi yang paling merusak ke dalam sistem adalah tindakan suap-menyuap di birokrasi. Suap-menyuap ini terjadi tidak hanya di birokrasi negara saja, tetapi juga terjadi di perusahaan, kampus, dan institusi yang tak kalah penting lainnya.
Anti korupsi
            Korupsi secara etimologi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio, dari kata kerja corrumpere yang artinya busuk atau rusak. Kata busuk dianggap sebagai ungkapan yang paling tepat untuk membahasakan cara kerja koruptor. Koruptor ibarat ulat yang masuk ke dalam buah-buahan segar dan menggerogotinya dari dalam. Keberadaannya laten, merusak, dan mengancam keberlangsungan hidup.
Menurut John Girling (1997), korupsi dibagi atas beberapa dimensi analitis: Insidental-Individual, Institusional-Kelembagaan, dan Sistemik-Sosial. Indonesia berada pada dimensi yang paling parah, yaitu dimensi Sistemik-Sosial, dimana korupsi sudah menyerang seluruh lapisan masyarakat dan sistem kemasyarakatan. Pelaku tidak lagi terpusat pada suatu lembaga apalagi individu, melainkan sudah menjadi bagian dari masyarakat yang sulit diobati apabila tidak dimulai dari masyarakat itu sendiri.
Korupsi di Indonesia memerlukan penanganan khusus bukan hanya dengan undang-undang atau hukuman, tetapi juga dengan pembedahan keberadaan korupsi sebagai suatu masalah. Korupsi harus dibedah dengan mencari tahu akar masalahnnya, bagaimana cara penyebarannya dan sudah sejauh mana korupsi merusak sistem dan pemikiran masyarakat. Pemerintah harus lebih kreatif dalam menghadapi keberadaan korupsi karena modusnya selalu berkembang mengikuti perkembangan peraturan dan peluang yang ada.
Pemerintah sejauh ini memang sudah mengeluarkan banyak kebijakan yang anti korupsi. Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan pembentukan lembaga superbody KPK merupakan contoh langkah konkrit yang ditempuh pemerintah. KPK termasuk lembaga yang berhasil dalam berbagai misi untuk “mengganyang” korupsi. Tercatat banyak nama seperti: Gayus, Artalyta, Anggodo, dan banyak nama-nama terkenal lainnya, baik pengusaha maupun penguasa, yang mendapat “hadiah” dari KPK.
Dan yang terbaru dari KPK adalah pembentukan kurikulum Pendidikan Anti Korupsi yang merupakan rancangan duet KPK-Mendiknas. Mendiknas menggandeng KPK untuk mengembangkan metodologi, evaluasi, dan model-model pendidikan yang bisa digunakan dalam kurikulum sebagai bagian dari pendidikan karakter yang dimulai dari 2011. Sikap anti korupsi yang diajarkan dalam modul panduan yang diterbitkan oleh KPK, antara lain: Tanggung jawab, kejujuran, disiplin, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, dan berani. KPK sendiri telah menerbitkan buku PAK pada rabu, 22 september 2010.
PAK merupakan wujud nyata dari usaha penyelesaian masalah primer di Indonesia. Ditengah hujan isu, seperti terorisme, kasus century, video porno, rekening buncit, RI-Malaysia, dan isu-isu lainnya yang saling tumpang tindih dan membuat masyarakat berpikir ke arah apatisme, PAK datang sebagai rencana jangka panjang untuk menuntaskan masalah utama di Indonesia, yaitu kemiskinan. PAK menjadi harapan bagi masyarakat yang sebelumnya hampir apatis melihat tumpang tindih isu yang menunjukkan seakan-akan Indonesia tak akan tertolong lagi.
Dalam penerapannya, PAK akan diberlakukan kepada anak-anak prasekolah sampai kepada perguruan tinggi. Akan lebih baik jika PAK tidak disampaikan secara konvensional atau metodis saja, tetapi berangkat dari masalah nyata sehingga pendidikan tersebut tidak hanya terhenti pada lembaran kertas saja. PAK harus diajarkan dengan metode partisipatif. Dengan demikian, sikap anti korupsi tidak hanya dipahami tapi juga bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari agar kelak menjadi budaya.
Pers juga dapat turut memegang peran penting dalam menyukseskan PAK. Menurut Bibid Samad Rianto dalam diskusi “Peranan Pers Dalam Pemberantasan Korupsi” di Balikpapan, pers berperan dalam pencegahan korupsi diantaranya menjadi sarana pendidikan masyarakat anti korupsi dan mendorong terciptanya budaya taat pada hukum. Selain itu, pers dapat membantu mendeteksi potensi masalah penyebab korupsi dan kerawanan korupsi, diantaranya melalui survei, polling, dan investigasi jurnalistik.
Dengan adanya kerjasama yang berdasarkan nasionalisme demi kemajuan mental bangsa, PAK bisa menjadi alat revolusi untuk membawa negara ini ke posisi yang terbaik. PAK merupakan media pencerahan yang tepat bagi negara yang saat ini digelapkan oleh nafsu korupsi dan individualisme yang menyesatkan. Hanya saja, masyarakat juga harus jeli untuk menganalisa pelaksanaan PAK karena pasti ada oknum tertentu yang nantinya akan menggunakan PAK sebagai tunggangan politiknya.

(Andri E. Tarigan, harian Analisa, 9 Oktober 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari berdiskusi!

4 Langkah Audit Perusahaan

Keuangan perusahaan tercatat dalam pembukuan akuntansi. Data yang tertera pada buku akuntansi perlu diuji secara berkala, untuk mencegah tim...