Sejauh ini memang subsidi untuk BBM cukup besar. Hal ini sebenarnya baik untuk pemenuhan amanat yang terkandung dalam UUD 1945, menyangkut pemenuhan kebutuhan rakyat banyak. Alhasil, harga BBM di Indonesia angkanya berada di bawah harga minyak pasar dunia.
BBM tergolong hal penting dan mendapat subsidi besar karena BBM merupakan energi yang paling banyak dipakai dalam berbagai aktivitas di negara kita. BBM terutama dipakai untuk sektor transportasi. Sementara untuk kebutuhan dapur, masyarakat sudah lebih banyak menggunakan gas setelah dikeluarkannya kebijakan konversi yang digagas oleh pemerintahan SBY-Jusuf Kalla, yang berbentuk distribusi gas 3 kg.
Di luar kebutuhan bahan bakar dapur, rencana kenaikkan harga BBM bersubsidi tentu akan mempengaruhi harga-harga barang, segala hal yang dalam proses produksinya menggunakan transportasi. Harga bahan baku suatu barang akan naik, karena biaya angkutnya juga naik sebab truk yang digunakan sebagai pengangkut pasti membutuhkan minyak. Demikian juga dengan distribusi dan transportasi pekerja. Tentu biaya produksi akan naik berlipat.
Apabila pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM bersubsidi, akan terjadi perubahan ekonomi yang sistemik. Kenaikan minyak tak hanya akan mempengaruhi kebutuhan transportasi per individu, tapi juga semua ongkos produksi. Harga-harga kebutuhan akan meningkat. Siapa yang menjadi korbannya? Tentu saja, masyarakat ekonomi lemah.
Mafia Minyak
Indonesia termasuk penghasil minyak yang besar. Beberapa tahun silam, Indonesia mengalami kejayaan dalam hal produksi minyak mentah sehingga terdaftar sebagai anggota aliansi produsen besar minyak dunia (OPEC). Meskipun pada akhirnya terdepak karena kurang memenuhi kuota.
Di negara yang hasil minyaknya cukup besar inilah subsidi minyak hendak diminimalisir. Suatu upaya pelemahan masyarakat ekonomi lemah, dengan dalih APBN. Intelektual yang pro kenaikan BBM seringkali mengemukakan pendapat bahwa subsidi yang cukup besar itu hanya akan menjadi santapan bagi para mafia minyak, sehingga lebih baik dana dialihkan ke pembangunan infrastruktur.
Penjelasan ini cukup logis. Seringkali terjadi penyelundupan minyak dari Indonesia ke negara lain karena di Indonesia minyak bisa diperoleh dengan harga murah. Minyak kemudian diselundupkan dan dijual ke luar negeri dengan mengikuti harga pasar dunia, yang jelas lebih tinggi. Penyelundupan ini kerap menjadi alasan pemerintah untuk memperbesar peluang menaikkan harga BBM bersubsidi.
Anehnya, pemerintah bukannya membuat tim khusus untuk mengusut kasus penyelundupan yang ada. Seakan-akan, mereka tidak bisa disentuh sehingga jalan yang harus dipilih pemerintah adalah menaikkan harga BBM bersubsidi (kebijakan yang jelas akan menyusahkan segenap rakyat). Apakah para mafia minyak memang tak bisa disentuh?
Selama ini pemerintah cukup tanggap menghadapi kasus-kasus mafia yang berada di seputaran pemerintahan seperti kasus mafia pajak dan kasus mafia hukum. Bahkan, sampai ada tim khusus yang dibentuk. Jika benar para mafia minyak banyak menggerogoti APBN (via penyelundupan BBM bersubsidi), maka keberadaan mereka layak ditanggapi secara khusus sebagaimana pemerintah menanggapi kasus-kasus sekelas kasus bank century.
Tentu disamping upaya pemberantasan mafia minyak, masyarakat juga harus berperan aktif untuk menjaga agar harga minyak bersubsidi tidak naik. Pola konsumerisme yang kini menjangkiti masyarakat kita hendaknya ditanggapi sebagai sesuatu yang tidak baik sebab identik dengan pemborosan atau inefisiensi. Pola hidup konsumeris itu berbahaya untuk jangka panjang sebab akan memperburuk ketersediaan energi (khususnya minyak).
Pemerintah sejauh ini sudah mengupayakan alternatif, agar masyarakat tidak terlalu tergantung pada BBM. Misalnya, dengan menawarkan penggunaan motor tenaga listrik. Sekalipun kebijakan alternatif ini sarat akan kepentingan bisnis (ditambah lagi penyaluran listrik yang belum optimal, sering mati lampu/listrik), kebijakan ini layak mendapat perhatian karena memperkecil peluang penyelundupan energi.
Apabila di kemudian hari BBM bersubsidi benar-benar naik, apakah para mafia minyak kehilangan pekerjaan gelapnya? Belum tentu juga. Harga BBM yang naik akan menjadi jalan baru bagi mafia minyak untuk melakukan aktivitas gelap berbentuk penimbunan minyak. Bahaya penimbunan ini juga merugikan.
Hendaknya pemerintah tidak terburu-buru menaikkan harga BBM bersubsidi, sebab, segenap rakyat akan disusahkan olehnya. Jangan pula buru-buru meminimalisir subsidi minyak sementara ketersediaan energi alternatif masih belum jelas. Jika memang penyelundupan oleh mafia minyak yang menjadi masalah besar, pemerintah perlu membuat tim khusus untuk memberantasnya. Rakyat pasti mendukung! ***
(Harian Analisa, Andri E. Tarigan, 27 April 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi!