Secara garis besar, terdapat dua jenis demokrasi. Pertama, demokrasi liberal,
demokrasi ini mewujudkan kekuasaan rakyat dengan cara menjunjung tinggi
kebebasan individu. Kedua, demokrasi sosial, demokrasi ini mewujudkan
kekuasaan rakyat dengan memperjuangkan kesejahteraan bersama. Lebih
condong kemanakah praktek demokrasi di Indonesia? Seperti apa harapan kita?
Demokrasi yang seharusnya berjalan baik di Indonesia mengalami cobaan
keras ketika rezim Orde Baru berdiri secara otoriter selama 32 tahun.
Berdirinya rezim ini diawali dengan pembantaian massal terhadap sejumlah
orang yang dituduh komunis, pembantaian besar yang menurut opini
beberapa pengamat sudah tergolong genosida (pemusnahan, jenis kejahatan
HAM paling parah). Sebuah rezim otoriter yang diawali dengan ‘pemusnahan
manusia’ ini membuat demokrasi di Indonesia berjalan timpang, karena
kubu politik sosialisme telah
kehilangan salah satu tiangnya, yakni komunisme-marxisme. Akibatnya,
kerakusan individual ala politik liberalisme yang menguasai Indonesia.
Kondisi bertambah parah karena rezim yang ada
berjalan secara militeristik. Mereka yang bisa menikmati kerakusan
individu hanyalah mereka yang berdiam di lingkaran sosial penguasa.
Selebihnya, rakyat yang jumlahnya mayoritas, mesti tunduk pada komando
penguasa. Kebebasan individu di tataran masyarakat menjadi barang
langka. Masyarakat kehilangan hak berdemokrasinya: untuk politik berbau
sosialisme maupun liberalisme.
Kerinduan masyarakat akan demokrasi memuncak, Reformasi 1998 meletus,
terjadi pergantian rezim. Bukannya menegakkan esensi UUD 1945, rezim
yang baru cenderung membuka keran untuk kebebasan individu, demokrasi
liberal. Bagaimanapun juga, kebebasan individu merupakan hal yang sangat
didambakan masyarakat, sebab pada orde sebelumnya kebebasan individu
hanya dapat dinikmati oleh kaum penguasa. Tentu terdapat pula penyebab lain munculnya demokrasi liberal di Indonesia yang sifatnya lebih teknis, seperti kemajuan teknologi informasi dan kepentingan modal global.
Masyarakat Era Reformasi menampilkan dirinya sebagai masyarakat yang
terbuka bagi perdagangan global. Masyarakat membutuhkan pembaharuan yang
sifatnya berkelanjutan. Perdagangan global memfasilitasi hal ini.
Hanya saja, dalam konstelasi perdagangan global yang melibatkan
Indonesia, Indonesia dengan demokrasi liberalnya terlihat menempati
posisi sebagai korban. Kondisinya dapat kita lihat, alam Indonesia
berlubang-lubang dikeruk oleh pemodal asing, masyarakat Indonesia
dijadikan pekerja murah di tanahnya sendiri. Masyarakat asli Indonesia,
masyarakat adat, terancam identitas dan kawasannya.
Demokrasi Sosial
Menilik poin-poin yang terdapat di Undang Undang Dasar 1945 dan
Pancasila, terlihat jelas bahwa Indonesia tidak berdiri di atas pondasi
politik demokrasi yang liberal. Demokrasi liberal yang kini muncul di
Indonesia lebih merupakan kondisi situasional yang muncul karena upaya
mereformasi Indonesia sejak 1998 tak kunjung rampung. Bahtera bangsa
masih belum berlayar ke arah yang ditentukan sejak semula.
Demokrasi yang diusung Indonesia adalah demokrasi sosial. Kemuakan
terhadap praktek kolonialisme ditambah tren politik global yang
‘kekiri-kirian’ membuat founding fathers
negara ini memilih demokrasi sosial. Tujuan berdirinya negara ini
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyejahterakan segenap bangsa.
Ketika saat ini kesenjangan sosial dan pembodohan publik terjadi di
tengah-tengah praktek berdemokrasi di negeri kita, demokrasi Indonesia
bisa dikatakan telah kehilangan arahnya. Bicara politik saat ini jadi
sebatas bicara jual-beli spanduk dan kotak suara, bukan lagi bicara
pengumpulan aspirasi bersama untuk pencapaian kesejahteraan bersama.
Telah terjadi disorientasi.
Tentu hal ini tak bisa diselesaikan hanya dengan berharap pemimpin
baik hati mendadak muncul di atas sana yang asalnya entah darimana.
Indonesia butuh peran aktif masyarakatnya. Masyarakat perlu melakukan
tawar-menawar politik, apakah Indonesia sebagai negara bisa menjamin
kesejahteraan masyarakatnya. Masyarakat mesti aktif berpolitik, agar
pemimpin tak semena-mena.
Apapun aktivitas politik para elit di atas sana, mereka tetap terkait
dengan kehendak politik masyarakat. Demokrasi sosial, yang sesuai
dengan cita-cita negara Indonesia dan yang menguntungkan masyarakat,
hanya bisa terwujud apabila masyarakat berperan aktif menuntutnya.
Masyarakat mesti aktif menuntut agar kita tak menjadi korban dari
perdagangan global dan demokrasi siluman yang saat ini mengikat kita.
Pemimpin 2014
Selayaknya kita jemu dengan konstelasi politik yang kini menaungi
kita. Sebab, kita seperti ayam tanpa induk, seakan berpolitik tanpa
pemimpin. Keberadaan kita habis diotak-atik kehendak modal. Rezim yang
ada seperti autopilot, bergerak seadanya saja, asal jalan saja. Pemimpin
politik yang muncul di televisi terlihat seperti spanduk, hanya
berbentuk gambar dan kata untuk menunjukkan bahwa mereka ‘ada’ saja.
Faktanya, sangat minim perlindungan sosial bagi masyarakat kita,
sementara pebisnis asing dibiarkan terus-menerus masuk dan mengeruk
potensi kita dengan harga murah.
Masyarakat yang jenuh kini merindukan kepemimpinan yang tegas dan
keras. Penulis, melihat sebaliknya. Mendambakan pemimpinan yang tegas
dan keras beresiko membuat Indonesia kehilangan kembali kebebasan
demokrasinya. Kiranya jangan merindukan Soeharto baru. Yang kita
butuhkan adalah demokrasi sosial, sebuah sistem, bukan hadirnya pemimpin
yang mengancam demokrasi.
Pemilihan presiden pada 2014 nanti akan menentukan perjalanan
Indonesia untuk lima tahun ke depan. Jangan melihat calon presiden hanya
dari karakter individunya, tapi lihat program politiknya, sistem
seperti apa yang hendak dirangkainya. Apakah orang tersebut akan
menyelamatkan Indonesia, dengan mewujudkan demokrasi sosial di
Indonesia? Apakah ia berbuat untuk meningkatkan human development dan
jaminan sosial, agar kita tidak menjadi korban dalam konstelasi
perdagangan global?
Idealnya, kita tidak diatur oleh pemimpin yang bertindak layaknya
spanduk dan senapan. Tetapi, kita diatur oleh sebuah sistem demokrasi
sosial yang berlangsung untuk kebaikan kita. ***
(Andri E. Tarigan, Harian Analisa, 6 Januari 2014)
Hai, selamat datang di blog pribadiku. Blog ini berisi portofolio tulisanku sebagai freelance writer. Selamat membaca. :)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 Langkah Audit Perusahaan
Keuangan perusahaan tercatat dalam pembukuan akuntansi. Data yang tertera pada buku akuntansi perlu diuji secara berkala, untuk mencegah tim...
-
Namaku Kartini. Pasti kau sering mendengar nama itu ketika masih SD. Yang terbayang di kepalamu, sosok ayu dengan sanggul di kepalanya,...
-
Pemerintah kota mencetuskan agenda penggusuran para pedagang buku bekas, yang berlokasi di Titi Gantung. Sebuah kebijakan yang sulit dito...
-
Seiring modernisasi dan bergulirnya wacana otonomi daerah, Simalungun rencananya akan dimekarkan. Rencana membagi dua wilayah Simalungun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari berdiskusi!